كَان وَأَخَوَاتُهَا
BAB KAANA DAN SAUDARA-SAUDARANYA
تَرْفَعُ كَانَ الْمُبْتَدَا اسْمَاً وَالْخَبَرْ تَنْصِبُهُ كَكَانَ سَيِّدَاً عُمَرْ
Kaana merofa’kan pada Mubtada’ sebagai isimnya, dan kepada Khabar yakni menashabkannya, demikian ini seperti contoh: Kaana sayyidan ‘Umaru (adalah seorang tuan siapa Umar)
LAFAZH-LAFAZH SAUDARA KANA
كَكَانَ ظَلَّ بَاتَ أَضْحَى أَصْبَحا أَمْسَى وَصَارَ لَيْسَ زَالَ بَرِحَا
Adalah seperti Kaana (merofa’kan pada Mubtada’ sebagai isimnya dan menashobkan khobarnya) yaitu lafazh: Zholla (menjadi di siang hari), Baata (menjadi di malam hari), Adh-ha (menjadi diwaktu dhuha), Amsaa (menjadi diwaktu sore), Shooro (menjadi), Laisa (tidak). Zaala (senantiasa), Bariha (senantiasa)
فَتىء وَانْفَكَّ وَهذِي الأَرْبَعَهْ لِشِبْهِ نَفْي أوْ لِنَفْي مُتْبَعَهْ
Fati-a (senantiasa) Infakka (senantiasa). Adapun yang empat ini (Zaala Bariha Fati-a Infakka) harus diikutkan pada nafi atau serupa nafi
وَمِثْلُ كَانَ دَامَ مَسْبُوْقَاً بِمَا كَأَعْطِ مَا دُمْتَ مُصِيْبَاً دِرْهَمَاً
Dan semisal Kaana (merofa’kan pada Mubtada’ sebagai isimnya dan menashobkan khobar sebagai khobarnya) yaitu lafazh: Daama yg didahului dengan Maa mashdariyyah-zharfiyyah, seperti contoh: A’thi..! maa dumtu mushiiban dirhaman (berikan ia uang selama kamu punya)
وَغَيْرُ مَاضٍ مِثْلَهُ قَدْ عَمِلاَ إِنْ كَانَ غَيْرُ الْمَاضِ مِنْهُ اسْتُعْمِلاَ
Selain bentuk fi’il madhi (kaana dan sdr-nya) jelas beramal semisal fi’il madhinya, apabila selain bentuk fi’il madhinya dipergunakan.
KHOBAR KANA DALAM PELETAKANNYA
وَفِي جَمِيْعهَا تَوَسُّطَ الْخَبَرْ أَجِزْ وَكُلٌّ سَبْقَهُ دَامَ حَظَرْ
Perbolehkanlah..! menengahi khobar (antara amil dan isimnya) pada semua kanaa dan saudara-saudaranya. Dan setiap mereka (nuhat/arabiy) melarang mendahulukannya khobar pada Daama.
كَذَاكَ سَبْقُ خَبَرٍ مَا الْنَّافِيَهْ فَجِيء بِهَا مَتْلُوَّةً لاَ تَالِيَهْ
Demikian juga dilarang mendahukan khobar pada maa nafi, maka jadikanlah ia (maa nafi) sebagai yang di-ikuti bukannya yang mengikuti
وَمَنْعُ سَبْقِ خَبَرٍ لَيْسَ اصْطُفِي وَذُو تَمَامٍ مَا بِرَفْعٍ يَكْتَفِي
Pelarangan mendahulukan khobar pada “Laisa” adalah hukum yang dipilih. Saudara-saudara Kaana yang Tam, yaitu setiap yang cukup dengan marfu’nya saja (isimnya)
FI’IL NAQISH DAN FI’IL TAM
وَمَا سِوَاهُ نَاقِصٌ وَالْنَّقْصُ في فَتِىءَ لَيْسَ زَالَ دَائِمَاً قُفِي
Dan saudara kaana selain yg Tam, disebut Naqish. Sedangkan Naqish untuk lafazh “Fati-a”, “Laisa” dan “Zaala” selamanya diikuti/ditetapkan sebagai Naqish
PERIHAL MA’MUL KHOBAR DIDAHULUKAN
وَلاَ يَلِي العَامِلَ مَعْمُولَ الخَبَرْ إِلَّا إِذَا ظَرْفاً أَتَى أَوْ حَرْفَ جَرّ
Ma’mulnya khobar tidak boleh mengiringi amil … kecuali bilamana ma’mul tsb berupa zhorof atau jar-majrur
وَمُضْمَرَ الْشانِ اسْمَاً انْوِ إنْ وَقَع مُوْهِمُ مَا اسْتَبَانَ أَنَّهُ امْتَنَعْ
mengiralah dhomir syaen sebagai isimnya kaana dan saudaranya, apabila terdapat anggapan benar dari kalam arab yang nyata-nyata dilarang (ma’mul khobar mengiringi kaana cs, pada bait sebelumnya).
KAANA ZAIDAH
وَقَدْ تُزَادُ كَانَ فِي حَشْوٍ كَمَا كَانَ أَصَحَّ عِلْمَ مَنْ تَقَدَّمَا
terkadang kaana ditambahi (hanya zaidah) diantara dua kalimah (yg mutalazim) contoh: MAA KAANA ASHOHHA ILMA MAN TAQODDAMAA “alangkah shahnya ilmunya orang-orang terdahulu.
KAANA DIBUANG
وَيَحْذِفُوْنَهَا وَيُبْقُوْنَ الْخَبَر وَبَعْدَ إِنْ وَلَوْ كَثِيْرَاً ذَا اشْتَهَرْ
Mereka (ulama nuhat, orang arab) membuang kaana (berikut isimnya) dan menyisakan khobarnya. Demikian ini sering terjadi dan banyak, ketika kaana berada setelah “in syarthiyah” atau “lau syarthiyah”.
MAA MENGGANTIKAN KAANA
وَبَعْدَ أَنْ تَعْوِيْضُ مَا عَنْهَا ارْتُكِبْ كَمِثْلِ أَمَّا أَنْتَ بَرًّا فَاقْتَرِبْ
Sesudah huruf “AN masdariyah” menggantikannya Maa dari Kaana diberlakukan, semisal contoh: AMMA ANTA BARRAN FAQTARIB “jadilah dirimu orang baik kemudian mendekatlah (pd-Nya) ”
PEMBUANGAN KAF PADA LAFAZH YAKUN
وَمِنْ مُضَارِعٍ لِكَانَ مُنْجَزِمْ تُحُذَفُ نُوْنٌ وَهْوَ حَذْفٌ مَا الْتُزِمْ
Dari fi’il mudhari’nya kaana yg dijazmkan (YAKUN) huruf Nun-nya dibuang, pembuangan ini tidaklah musti (boleh).