Dalam kitab- kitab populer ilmu nahwu seperti jurrumiyah, al imrithy, bahkan al fiyah para ulama' nahwu meberikan kita contoh dalam mempermudah pemahaman kita
Dan tentu bagi anda yang sendang menempuh pendidikan di pondok pesantren atau sedang berkhidmat mengajar ilmu agama, terutama ilmu alat yakni ilmu nahwu dan shorof, maka kalimat dhoroba zaidun amrun yang dijadikan contoh untuk mempermudah pemahaman kita tidak asing lagi di telinga kita, bahkan bagi anda yang mempunyai rasa ingin tahu yang keterlaluan pasti memiliki pertanyaan kenapa si amrun selau menjadi object perbuatan si zaid, dan kenapa si amrun di buli terus oleh zaid, mengenai hal ini ada cerita unik .
Dalam kitab An-Nadharat karya Syaikh Musthafa Luthfi bin Muhammad
Luthfi Al- Manfalti (w=1343) Juz 1 hlm 307, disebutkan bahwa konon ada
salah seorang menteri dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah yaitu Daud
Basya ingin belajar Bahasa Arab. Lalu dia mendatangkan salah seorang
ulama untuk mengajarinya. Setiap kali sang guru menjelaskan I’rab Rafa’
dan Nashab atau fa’il dan maf’ul, ia mencontohkan dengan lafadz “Dharaba
Zaidun ‘Amran”, yang berarti Zaid memukul Amr. Sang menteri lalu
bertanya: “Apa kesalahan Amr sampai- sampai Zaid memukulnya tiap hari?,
Apakah Amr punya kedudukan lebih rendah dari pada Zaid sehingga Zaid
bebas memukulnya, menyiksanya dan Amr tidak bisa membela dirinya?” Sang
menteri menanyakan ini sambil menghentakkan kakinya ke tanah dengan
marah-marah. Gurunya menjawab :"Tidak ada yang memukul dan tidak ada
yang dipukul!. Ini hanya contoh saja yang dibuat ulama nahwu untuk
lebih memudahkan untuk belajar kaidah-kaidah nahwu”.
Rupanya jawaban ini
tidak memuaskan hati sang menteri. Dia marah, lalu ia penjarakan ulama
yang telah mengajarinya itu. Kemdian ia menyuruh orang mencari ulama
nahwu lain. Ia menanyakan pertanyaan tersebut kepada mereka. Jawabannya
sama, hingga banyak di negerinya terpenjara akibat jawaban yang tidak
dapat memuaskan hatinya. Penjara penuh dengan para ulama dan
madrasah-madrasah semakin sunyi. Kejadian ini menjadi pembahasan di
mana-mana, hingga sang menteri mengutus anak buahnya untuk menjemput
para ulama-ulama ahli Nahwu dari Bagdad.
Mereka datang menghadiri
udangan menteri dipimpin seorang ulama yang paling alim, cerdas, cakap,
dan cerdik. Di hadapan para ahli Nahwu Baghdad ini, Daud Basya bertanya
lagi: “Apa kesalahan Amr hingga ia selalu dipukul Zaid?” Ulama itu
menjawab: “Kesalahan Amr adalah karena ia telah mencuri huruf wawu yang
seharusnya itu milik Anda”. Ia menunjuk adanya huruf wawu dalam lafadz
Amr setelah huruf ro’. Ia melanjutkan jawabannya: “Dan huruf wawu ini
lah yang saharusnya ada dalam lafadz Daud. Lihat! Wawu lafadz Daud hanya
satu, yang seharusnya ada dua!”. Selanjutnya ia berkata: “Oleh sebab
itu, para ulama nahwu memberikan wewenang kepada Zaid untuk selalu
memukul Amr, sebagai hukuman atas perbuatannya itu!”.
Mendengar jawaban itu, Sang menteri benar-benar puas dan memuji ulama tersebut. Ia menawarkan hadiah, apa saja yg kamu kehendaki. Namun ulama itu menjawab: “Aku hanya memohon agar para ulama yang anda penjarakan segera dibebaskan”. Sang Menteri mengabulkannya dan memberikan hadiah kepada para ulama bagdad tersebut.
Wallahu A’lam